Kampung adat melo

Kampung adat melo The leaves of light green to dark green can be seen clearly. The bright blue sky as often found in Eastern Indonesia can be found here. A sign that there is not much pollution in this area.

Kampung Adat Melo, Manggarai, NTT

Budaya Manggarai Barat yang bisa kita lihat tidak jauh dari Labuan bajo

Kampung adat Melo, Ethno Tourism di Labuan Bajo

Kampung adat Melo atau desa adat melo adalah desa yang tidak jauh dari Labuan Bajo, dibutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk mencapai sini dari pusat Kota Labuan Bajo. Lokasinya pun cukup mudah tidak jauh dari jalan utama Trans Flores, kondisi jalan rayanya pun tergolong mulus tidak bolong bolong. Untuk mencapai kesana baiknya dengan menyewa kendaraan, jika berpergian dengan group anda bisa menyewa kendaraan dari Komodo Shuttle

 

Kampung Melo, dengan pemandangan yang keren

Tiba di Kampung Melo, Anda akan dimanjakan dengan pemandangan alam dari ketinggian 624 meter di atas permukaan laut. Suhu di daerah ini hanya berkisar 10-20 derajat celcius. Sehingga Anda akan merasakan suhu dingin namun dengan langit yang tetap cerah. Sejauh mata memandang, Anda akan melihat hamparan hijau yang indah.

Dedaunan hijau muda hingga hijau tua dapat terlihat secara jelas. Langit biru cerah seperti yang sering dijumpai di kawasan Indonesia Timur pun bisa dijumpai di sini. Tanda bahwa tidak banyak polusi di daerah ini.

Selain pemandangan alam hijau, Anda juga bisa sekaligus berwisata budaya. Salah satunya adalah dengan melihat Tarian Caci, sebuah tarian tradisional Manggarai yang biasa ditampilkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Jangan lupa berkeliling dan menyaksikan kegiatan warganya yang hidup dengan berkebun. Keramahan mereka memberikan rasa hangat di tengah hawa dingin.

Adalah masyarakat dari Suku asli penduduk Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang menghuni Kampung Melo di Desa Liang-Ndara. Dalam tatanan administrasi, Liang-Ndara merupakan desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisinya yang sunyi jauh dari keramaian, membuat masyarakat Kampung Melo hidup dalam kedamaian dan keramahtamahan. Menurut sumber yang saya terima, warga Kampung Melo memang terkenal ramah.

Sumber

suatu hal yang jarang kami lihat, mulai dari keramahan, pemandangan, makanan, dan budaya yang sangat kental dangan alam. Sangat mengajarkan kita tentang bagaimana hidup berdampingan dengan alam.

Guest

Sanggar Compang To’e tempat kami bertamu di Desa itu terletak di ketinggian. Dari sini kami dapat melihat pemandangan perbukitan serta laut sisi Barat dan Utara Flores di kejauhan. Sebuah rumah adat Manggarai berdiri di tengah-tengah tanah lapang menjadi pusat kegiatan Sanggar Compang To’e yang secara rutin berkumpul bersama-sama melestarikan kesenian dan adat-istiadat mereka. Sekelompok ibu-ibu dengan seperangkat alat musik tabuh memainkan irama khas setempat yang menjadi ilustrasi dari keramahan warga dalam menyambut tamu. Kaum bapak tampak sibuk menyiapkan sebuah seremoni sederhana penyambutan tamu di sebuah aula rumah panggung. Sedangkan para pemuda desa telah siap dengan pakaian tarian mereka, siap menyuguhkan atraksi budaya kepada kami.

Tarian Caci adalah tarian peperangan yang dilakukan oleh pemuda desa dengan memakai pakaian adat tarian serta membawa cambuk rotan dan tameng yang terbuat dari kulit kerbau. Caci adalah tarian untuk memperingati semangat bertempur kaum lelaki suku asli masyarakat Flores yang bertujuan agar semangat juang itu tetap terjaga. Dilakukan oleh empat orang pemuda yang secara bergantian saling berhadapan satu lawan satu, saling serang dan saling cambuk. Tanpa ada dendam walaupun efek dari cambukan rotan telah membuat badan mereka memar. Cukup membuat kami tegang, mengerutkan dahi menyaksikan mereka adu kekuatan.

Leave a Reply

WhatsApp us